Selasa, 17 Januari 2017

Uniknya Masjid Cheng Hoo, Budaya Islam - Tionghoa Berpadu

Nah, kali ini saya akan berbagi pengalaman mengunjungi Masjid Cheng Hoo yang berada di Kota Surabaya. Masjidnya memang kecil, dan letaknya pun tidak terlalu strategis, namun masjid kecil ini adalah saksi perjalanan Laksamana Zheng He, dalam dakwahnya menyebarkan islam di Nusantara kita tercinta ini. Masjid Cheng Hoo sebenarnya terdapat juga di beberapa wilayah lain, seperti Palembang, Pandaan (Pasuruan), Semarang, Jember (Jatim).
Perjalanan Laksamana Cheng Hoo (Zheng He) dalam penyebaran agama Islam di Indonesia meninggalkan jejak nyata. Dalam beberapa perjalanan menyinggahi wilayah Indonesia melalui jalur perairan, Cheng Hoo dikenal sebagai sosok yang baik dan berperan dalam perkembangan Islam Indonesia.

Terbukti dengan beberapa bangunan masjid bernuansa Tionghoa, sebagai bentuk penghormatan kepada sang Laksamana. Dari beberapa daerah, salah satunya adalah yang berlokasi di Surabaya.

Masjid yang dikenal dengan sebutan Masjid Muhammad Cheng Hoo ini adalah masjid bernuansa Tionghoa terletak di jalan Gading 2, Ketabang Genteng Kota Surabaya.

Pembangunan masjid diawali dengan peletakan batu pertama pada 15 Oktober 2001, bertepatan dengan Isra’ Mi’raj nabi Muhammad SAW. Namun, baru resmi difungsikan sebagai tempat ibadah pada 28 Mei 2003 oleh Menteri Agama RI, Said Agil Husin Al-Munawwar. Masjid Cheng Hoo ini didirikan atas prakarsa para pengurus PITI dan pengurus Yayasan Muhammad Cheng Hoo Surabaya.

Ada beberapa bagian yang unik dari masjid Cheng Hoo ini, warna masjid ini didominasi oleh warna merah, hijau, dan kuning. Masjid ini di bangun berukuran 11x11, diambil dari ukuran baitullah saat pertama kali dibangun oleh nabi Ibrahim. Dengan harapan setiap yang melakukan Ibadah di masjid ini akan sama khusyu’nya seperti ibadah para Auliya’ Allah.

Pada pintu masuk, khas Tionghoa sangat menonjol, pintu berbentuk pagoda dan bertuliskan lafadz Allah. Pintu masjid sengaja dibuat tanpa daun pintu, menandakan masjid ini terbuka untuk siapa saja, tanpa pandang ras dan bulu untuk beribadah di dalamnya. Begitupun pada sisi kiri dan kanan masjid jika dilihat dari kejauhan, lafadz tulisan kaligrafi arab akan terlihat bergandengan. Pada sisi kiri pintu masuk terdapat bedug, yang menandakan khas budaya Islam di Indonesia.

Pada bagian yang berfungsi sebagai atap masjid dibentuk menyerupai pagoda, ada tiga tingkatan relief. Masing-masing relief terdiri atas 8 sisi. Pertama berbentuk persegi panjang, tingkat kedua berbentuk segilima, dan tingkat paling atas berbentuk segitiga samasisi. Jika dilihat lebih detail, relief-relief ini akan menyerupai sarang laba-laba, yang merupakan sesuatu yang menyelamatkan Nabi Muhammad dan sahabat Abu Bakar dari kejaran kaum Quraisy.

Anak tangga pada bagian kiri kanan masing-masing berjumlah 5 dan 6, hal ini juga merupakan lambang dari rukun iman dan rukun Islam dalam agama Islam. Sementara dikiri masjid, terdapat miniatur Kapal dan replika wajah laksamana Cheng Hoo, spot ini bagus untuk dijadikan background foto. :)

“Masjid ini khas nuansa Tionghoanya, sengaja dibangun dengan 8 sisi pada relief atas, karena menurut kepercayaan Tionghoa angka delapan adalah angka peruntungan,” tutur Ustad Hasan Basri, ketua Yayasan Masjid Cheng Hoo
Tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah saja, ada kegiatan rutinan setiap harinya, seperti majlis ta’lim, sasana (pelatihan kesehatan untuk lansia), pengajian oleh pengurus PITI Surabaya, istighosah dan doa bersama (setiap Sabtu) serta Tabligh Akbar (setiap dua bulan sekali). Semua kegiatan itu berfungsi untuk pengembangan Masjid Cheng Hoo.

Kamis, 29 September 2016

DARI NGE-MALL HINGGA NGE-MEAL




Kembali lagi akan saya ceritakan sebuah cerita tentang kedua sahabat saya. Namanya Fauziah dan Lina. Singkatnya dua makhluk ini adalah ‘Hantu Mall’ yang jika diajak masuk Matahari, Bulan, Ramayana, dan sejenisnya mereka bakal keliling sampe tu mall tutup. Bayangkan guys kalau kalian yang jadi temennya (korban yang diajak nemenin) kaki kalian bakalan copot tepat setelah pulang dari ntu Mall. Na, tau sendiri kan kalau di Mall itu ada orang jualan baju, sepatu, sandal, yang semuanya keceh dari merek hingga harga. Sebenernya bener kata fauziah (read: Bakpao) setaralah sama harga, harga gak bakal menipu kok. Saya juga setuju kalau yang satu itu, masalahnya durasi waktu berkelilingnya bisa digunakan buat kita pergi umroh sampe nikah. Sangking lamanya di Mall, seperti yang saya bilang tadi mereka berdua adalah ‘hantu’ Mall. Tapi gitu-gitu saya jadi berterimakasih sama mereka berdua, teman keceh badai seumur hidup. Jadi gegara mereka saya jadi berani naik escalator (yang sebelumnya ndeso) yang ngeliat tangga berjalan aja takutnya minta ampun, secara tangga rumah saya kayu. Hhehehe.
Nah, selain keahlian pergi sampe Mall tutup, ada lagi yang special dari 2 sahabat saya ini, kalau Lina paling gak bisa nyimpen uang, mau dimanapun uang itu berada pasti ludes tuntas habis hingga ke akar-akarnya. Wah, jadi ceritanya dia pernah minta saran agar uangnya hemat, okeh, tak sarankan beli tabungan ‘ayam’ jadilah ia beli tabungan yang harganya murah meriah, 3000an lah yah, tapi kabar buruknya si ‘ayam’ tak bertahan lama, karena di jebol sama Lina, isinya dikuras habis. Ludeslah uangnya. Setelah dia minta disarankan lagi, saya kasih saran beli tabungan yang susah dibuka, yang bahannya dari kaleng ‘stanless’ keras, harganya lumayan mahal 17.000 dan bisa dibuka pake pisau. Tapi, lagi-lagi si tabungan bernasib buruk, ntah darimana asalnya, ketika saya berkunjung ke kamar Lina Si Tabungan udah tinggal nama, udh nggak ada isinya, bolong. Akhirnya ia nitipin ATM ke saya, tapi emang dasar, cara itupun tidak berhasil. Karena ribet bila harus telpon-telponan dulu buat ngambil ATM karena kehabisan bekal hidup, saya menyerah. Habis sudah akal saya biar lina bisa hemat. Sisanya, kembali ke dia lagi. I’m giving up.

 
 Kita yang lagi di PH