Stop, hujan tak mengguyurku lagi. Kulipat paying dan kutenteng pulang. Hujan Reda. Kalau kata orang jawa “ Leren”, bahkan saat kutengadahkan tangan pun, rintiknya sudah tak terasa.
Ah…Aku lupa tentang seorang teman. Aku pulang bersamanya lagi. Sebenarnya itu adalah sebuah rutinitas, walau[un aku jarang akur dengannya, tapi selalu saja dia tak pernah marah padaku. Aku tak tau apakah karena dia adalah anak terlucu, tersotoy, dan tergeje di kelasku. Kurasa bukan itu. Tapi ada sesuatu dalam diriku yang tak aku ketahui. Kita tak pernah (baca:jarang) pergi bersama, anehnya setiap pulang hamper selalu bersama. Seingatku ini bukan kali pertamaku pulang saat hujan atau saat hujan berhenti. Kita berpisah di pertigaan jalan. Aku memiih untuk berlari menuju kantin asrama.tergopoh aku melangkah kecil2. Biasanya aku mau ke kantin kalau pakai payung, saat hujan masih deras-derasnya.
Tapi, lain untuk kali ini, aku ingin menatap tetes-tetes terakhir hujan di bumiku. Lengang, hanya aku. Aku duduk di meja panjang paling ujung hingga mataku bebas menjelajah keluar. Lihat, tetes-tetes kecilnya masih menetes melalui atap setetes demi setetes.
Aku memesan semangkuk mie kuah. Biasanya, saat hujan deras aku berlari ke kantin, lalu memesan semangkuk mie, lalu menunggu hingga hujan sempurna reda. Tapi kali ini, semangkuk mie saat hujan berhenti sepertinya terlihat baik. Asap masih mengepul saat ibu-kantin meletakkannya tepat di depanku. Ini dia, mie setengah matang dengan sedikit kuah pavorit saya. Selalu saja begitu. 2 menit, 10 menit, 15 menit. Akhirnya, hujan sempurna tak menetes lagi. Langit mulai terang. Hujan. Selamat tinggal untuk hari ini. Saatnya Pulang. :)
Di hujan aku punya cerita, tentang seseorang, seseorang yang akan tetap sama dari waktu kewaktu.
Dia. Saya mencintai Hujan, Langit, dan kamu sekaligus.
Prolog: Semangkuk mie saat hujan Reda, Ayu Lestari:)
Dia. Saya mencintai Hujan, Langit, dan kamu sekaligus.
Prolog: Semangkuk mie saat hujan Reda, Ayu Lestari:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar